ARAHBICARA.COM – Dinas Pekerjaan Umum (PU) Kabupaten Sukabumi melalui UPTD PU Wilayah Ciemas melakukan survei lapangan terhadap 12 titik longsor yang merusak saluran irigasi di wilayah Kecamatan Ciemas.
Kerusakan ini berdampak serius terhadap sekitar 400 hektare lahan sawah yang kini terancam gagal tanam pada musim tanam kedua tahun 2025.
Kepala UPTD PU Wilayah Ciemas, Dadang Koswara, mengungkapkan bahwa titik-titik longsor tersebut terdapat pada saluran Irigasi Cikole yang membentang sepanjang lima kilometer di wilayah Desa Mekarjaya.
Meski secara administratif saluran tersebut menjadi kewenangan pemerintah desa, Dinas PU tetap merespons cepat permintaan bantuan dengan mengerahkan alat berat untuk penanganan awal.
“Permintaan dari kepala desa sudah kami terima dan langsung ditindaklanjuti. Sesuai arahan dari Pak Kadis, kami melakukan survei lapangan bersama tim UPTD Bengkel Alat (Benglat), kepala desa, kepala dusun, dan perwakilan masyarakat setempat,” ujar Dadang, Jumat (11/4/2025).
Dari hasil survei, ditemukan 12 titik longsor dengan rata-rata panjang longsoran mencapai 5 meter, lebar 3 meter, dan ketebalan material sekitar 2 meter.
Seluruh titik longsor tersebut dinilai membutuhkan penanganan segera melalui pengerukan dan pembersihan saluran agar aliran air kembali normal.
“Kami juga sudah membahas rencana pengerahan alat berat ke lokasi dan akan menyusun laporan teknis secara khusus untuk ditindaklanjuti lebih lanjut,” tambahnya.
Selain Irigasi Cikole, beberapa saluran irigasi lainnya di Kecamatan Ciemas turut terdampak bencana alam. Di antaranya saluran Cimarinjung–Ciporeang yang berada di wilayah Desa Ciwaru dan merupakan kewenangan pemerintah kabupaten.
Selain itu juga mengurusi saluran DI Cibanteng di Desa Cibenda yang menjadi tanggung jawab pemerintah desa setempat.
Untuk saluran Ciporeang, kata Dadang, permohonan perbaikannya sudah diajukan ke pihak terkait dan diharapkan bisa segera terealisasi. “Mudah-mudahan perbaikannya bisa mulai dilakukan pada akhir April ini,” ujarnya.
Langkah cepat dan koordinasi lintas pihak ini diharapkan dapat meminimalisir dampak kerusakan terhadap produktivitas pertanian masyarakat, khususnya menjelang musim tanam kedua yang sangat krusial bagi ketahanan pangan di wilayah tersebut.
Redaktur: Usep Mulyana