ARAHBICARA.COM – Pemerintah Kota Sukabumi menandatangani kesepakatan kerja sama dengan Kejaksaan Negeri terkait pelaksanaan pidana kerja sosial. Kesepakatan ini menjadi langkah strategis dalam mendorong penegakan hukum berprespektif kemanusiaan, sekaligus mendukung paradigma restorative justice.
Penandatanganan yang berlangsung di Kabupaten Bekasi itu merupakan tindak lanjut dari perjanjian antara Kejaksaan Tinggi Jawa Barat dengan Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Implementasi program dijadwalkan mulai diterapkan di Kota Sukabumi pada Januari 2026.
Wali Kota Sukabumi, H. Ayep Zaki, mengapresiasi langkah ini sebagai bagian dari perkembangan positif dalam sistem hukum nasional. Menurutnya, penegakan hukum yang berkeadilan akan berdampak langsung terhadap kesejahteraan masyarakat.
“Apabila di Kota Sukabumi hukum ditegakkan, insyaallah kesejahteraan masyarakat akan terwujud. Karena itu, kami berkomitmen bersama Kejaksaan Negeri Kota Sukabumi membangun ekosistem hukum yang baik bagi kota ini,” ujarnya, Selasa (4/11/2025).
Ia menambahkan, upaya memperkuat implementasi hukum di daerah akan dijalankan bersama jajaran, termasuk Bagian Hukum Pemkot Sukabumi.
Dalam kegiatan tersebut, Nia Banuita melaporkan bahwa penerapan pidana kerja sosial merupakan tindak lanjut arahan dalam penguatan pelaksanaan pidana pokok yang tidak hanya menghukum, melainkan juga memulihkan.
Melalui pendekatan restoratif, konsep ini diharapkan mendorong partisipasi lintas sektor untuk menyediakan lokasi sekaligus pengawasan bagi para pelaku tindak pidana.
Tujuan utamanya adalah membangun komitmen kelembagaan dan partisipasi publik demi terciptanya kesadaran sosial yang mengedepankan nilai kemanusiaan.
Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Barat mengapresiasi seluruh pihak yang menginisiasi program ini. Ia menegaskan bahwa pidana kerja sosial merupakan langkah maju dalam sistem hukum, karena menempatkan martabat manusia sebagai prioritas.
“Pidana kerja sosial sejalan dengan restorative justice. Ini adalah paradigma baru yang mengedepankan kemanusiaan tanpa menghilangkan penghargaan terhadap martabat manusia,” tegasnya.
Ia menilai peran aktif pemerintah daerah sangat krusial dalam keberhasilan program. Jawa Barat diharapkan menjadi model percontohan secara nasional.
Gubernur Jawa Barat, Kang Dedi Mulyadi, menuturkan bahwa konsep pidana kerja sosial sangat selaras dengan nilai dan kearifan lokal masyarakat Sunda. Ia mencontohkan tradisi sanksi sosial di lingkungan desa, di mana pelanggar diberi pembinaan tanpa harus merenggut kebebasannya.
“Semakin penuh lapas belum tentu menumbuhkan kesadaran. Sanksi perlu diarahkan ke siklus yang bersifat positif,” ucapnya.
Ia juga menyebutkan bahwa program prioritas pembangunan Jawa Barat saat ini menitikberatkan pada padat karya, penataan drainase, pembenahan daerah aliran sungai, serta rehabilitasi pengguna narkoba melalui pemberdayaan sosial.
Jaksa Agung Muda, Asep Nana Mulyana, menyampaikan bahwa Jawa Barat menjadi pionir dalam implementasi kerja sama ini setelah diundangkannya UU Nomor 1 Tahun 2023. Menurutnya, pidana kerja sosial menjadi solusi efektif mengatasi kelebihan kapasitas lembaga pemasyarakatan.
“Penerapan pidana kerja sosial mengedepankan prinsip restoratif, kuratif, dan humanis. Ini juga mengakomodasi kearifan lokal dalam penegakan hukum,” jelasnya.
Dengan paradigma baru ini, ia meyakini lembaga pemasyarakatan tidak akan lagi terbebani oleh over kapasitas.
Kesepakatan antara Pemkot Sukabumi dan Kejari diharapkan menjadi momentum penting dalam membangun sistem hukum yang lebih progresif, humanis, dan berkelanjutan. Program pidana kerja sosial ini bukan hanya bertujuan memberikan efek jera, tetapi juga mengembalikan pelaku kepada fungsi sosialnya sebagai anggota masyarakat.
Reporter: Jowel || Redaktur: Rsd.

