ARAHBICARA.COM – Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia (LH RI), Hanif Faisol Nurofiq di dampingi Bupati Asep Japar, Sekretaris daerah, H. Ade Suryaman, bersama Forkopimda meresmikan pengoperasian Tempat Pemanfaatan Sampah (TPSA) Cimenteng sebagai fasilitas pengolahan sampah menjadi bahan bakar alternatif atau Refuse-Derived Fuel (RDF), acara berlangsung di Kantor BPBD, Jl. Perintis Kemerdekaan KM. 6, Kp. Ciangsana, Desa Sukamulya, Kecamatan Cikembar, Kamis (31/7/2025).
Dalam sambutannya, Menteri Hanif menyebut RDF sebagai solusi pengganti batu bara yang mendukung target nasional menuju nol emisi bersih. Ia menekankan pentingnya peran pemerintah daerah dalam mendukung replikasi fasilitas RDF di berbagai wilayah.
“Yang paling penting dalam membangun RDF adalah siapa yang akan memakai hasilnya, atau off-taker-nya. Kami sedang memetakan potensi itu, termasuk belajar dari pengalaman SCG,” katanya.
Menurutnya, selama ini industri semen belum sepenuhnya menerima RDF. Namun, setelah melihat hasil dari beberapa uji coba, potensi penerimaan RDF ternyata cukup besar. Pemerintah pun akan menghitung ulang kebutuhan bahan bakar industri semen yang bisa digantikan oleh RDF.
Hanif menjelaskan bahwa biaya pengolahan RDF relatif murah, yakni di bawah Rp200.000 per ton. Sementara harga RDF yang diterima industri semen bisa mencapai lebih dari Rp300.000 per ton, tergantung kadar kalorinya.
“Ada margin yang cukup besar. Ini membuat RDF jadi solusi yang masuk akal secara ekonomi,” katanya.
Sebaliknya, teknologi waste-to-energy berbasis pembakaran langsung bisa menelan biaya hingga Rp1 juta per ton, tanpa keuntungan yang jelas.
Pemerintah mendorong kabupaten dan kota untuk mempertimbangkan RDF sebagai solusi pengelolaan sampah, terutama bagi daerah dengan timbulan sampah sekitar 200 ton per hari.
Kota kecil bisa menggunakan mekanisme lain, kota menengah cocok menggunakan RDF karena efisien dan berkelanjutan, kota besar seperti Jakarta, yang belum mampu memilah sampah, tetap membutuhkan teknologi waste-to-energy.
Presiden RI, kata Hanif, telah memberikan mandat kepada Kabinet Merah Putih untuk membangun 33 fasilitas waste-to-energy di berbagai daerah. Namun, ia mengingatkan bahwa biaya pembangunannya sangat besar dan harus ditanggung bersama oleh pemerintah pusat dan daerah.
Hanif juga menyampaikan bahwa tim KLHK saat ini aktif turun ke 514 kabupaten/kota setiap bulan untuk melakukan analisis dan menentukan langkah strategis.
Potensi lokal akan dimanfaatkan, seperti pabrik semen, klien dari sektor drainase bersih, hingga PLTU yang bisa menggunakan RDF.
“RDF adalah solusi logis dan ekonomis untuk kota-kota menengah. Tapi untuk kota seperti Sukabumi, kalau pakai waste-to-energy, bisa-bisa APBD-nya habis hanya untuk operasional,” tutupnya.
(Rsd).