ARAHBICARA.COM – Ratusan Jurnalis se-Sukabumi Raya berkumpul di halaman Gedung DPRD dan Balai Kota Sukabumi pada Rabu (22/5/2024) untuk menyuarakan penolakan terhadap Rancangan Undang-undang (RUU) Penyiaran yang tengah dibahas di parlemen.
Aksi unjuk rasa damai tersebut diisi dengan orasi dari berbagai profesi kewartawanan seperti PWI (Persatuan Wartawan Indonesia) Kota Sukabumi, IJTI (Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia) Korda Sukabumi Raya, dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI).
Semangat yang sama juga disuarakan oleh beberapa wartawan yang tidak tergabung dengan organisasi-organisasi tersebut. Tuntutan mereka sama yang menolak segala jenis intervensi terhadap kinerja wartawan.
Aksi para pejuang kebebasan Pers tersebut di bawah pengawalan jajaran Polres Sukabumi Kota. Mereka melakukan orasi secara bergantian dengan penuh semangat sambil membawa spanduk dan tulisan-tulisan yang isinya penolakan terhadap beberapa pasal kontroversial dalam Revisi Undang-Undang Penyiaran.
Dalam orasinya, koordinator lapangan dari PWI Kota Sukabumi, Herlan Heriyadi mengatakan, sebelumnya baik PWI, IJTI dan AJI sudah melakukan koordinasi untuk menggelar aksi penolakan RUU Penyiaran tersebut.
Dia mengatakan tugas-tugas jurnalistik berada di bawah kewenangan Dewan Pers. Namun, draf RUU Penyiaran ini dinilai bisa memunculkan tumpang tindih kewenangan antara Dewan Pers dengan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI).
Sementara itu Ketua PWI Kota Sukabumi, Mohammad Satiri menambahkan, Dia
meminta DPRD Kota Sukabumi untuk menyampaikan penolakan tersebut. “Kami minta penolakan RUU Penyiaran ini untuk disampaikan ke DPR,” tegasnya.
Pihaknya pun meminta DPR mengkaji kembali draf revisi RUU Penyiaran dengan melibatkan semua pihak, termasuk organisasi profesi jurnalis, serta publik secara terbuka.
“Kita pastikan semua pihak untuk mengawal revisi RUU Penyiaran agar tidak menjadi alat untuk membungkam kemerdekaan pers serta kreativitas individu di berbagai platform,”ungkapnya.
Senada dengan Herlan dan Satiri, Ketua IJTI Korda Sukabumi Raya, Apit Haeruman mengatakan, RUU Penyiaran yang tengah dirancang mengandung beberapa masalah yang sangat mengkhawatirkan bagi kebebasan pers.
Keberagaman konten dan mengancam kreativitas di ruang digital di Indonesia.
Pasal 56 ayat 2 RUU Penyiaran mengancam kebebasan pers dengan larangan terhadap penayangan eksklusif jurnalistik investigasi.
“Pasal ini berpotensi menghambat upaya jurnalis untuk mengungkap kebenaran dan menyampaikan informasi yang independen bagi masyarakat,”ujar Apit.
Pada pasal 50 B ayat 2 huruf k, lanjut dia, penayangan Isi Siaran dan Konten Siaran yang mengandung berita bohong, fitnah, penghinaan, dan pencemaran nama baik.
Pasal ini menimbulkan berbagai penafsiran, terutama menyangkut penghinaan dan pencemaran nama baik. “Kami memandang pasal yang multitafsir dan membingungkan ini menjadi alat kekuasaan untuk membungkam dan mengkriminalisasi pers,” ujarnya.
Redaktur: Usep Mulyana